Adopsi, hibah, mungut atau beli? Sumber Hewan Peliharaan Paling Cocok Buat Kamu
Minggu lalu, saya sudah sempat cerita sedikit tentang Bubbles, kucing adopsi kami yang hanya sempat 3 hari bersama kita sebelum pergi ke surga kucing. Bubbles adalah hewan peliharaan pertama yang kami dapatkan melalui shelter. Walaupun tidak happy ending, tapi menjadi pelajaran bagi kami tentang pro dan kontra memelihara hewan yang didapatkan dari sumber yang berbeda-beda.
Jauh sebelum Bubbles, saya dan suami sudah sering memungut kucing. Ya, literal mungut dari jalan. Kami belum pernah membeli kucing, walaupun saya sudah dua kali membeli anjing dan puluhan kali membeli ikan. Bubbles adalah kucing pertama yang kami adopsi dari shelter. Setelah Bubbles dipanggil Tuhan, hanya dalam seminggu saya mendapatkan hibah anak kucing dari grup adopsi kucing di Facebook. Bertahun-tahun lalu, saya juga pernah mendapatkan hibah kucing dari teman yang akan kuliah keluar negeri.
Saya yakin banyak manteman yang punya pengalaman mungut-adopsi-beli hewan lebih banyak daripada saya. Tapi saya ingin share aja kira-kira metode mendapatkan hewan peliharaan mana yang (berdasarkan pengalaman saya) lebih mudah.
Kesehatan hewan peliharaan
Pastinya kita maunya dapat hewan yang sehat donk ya. Yang kesehatannya paling rendah tentu saja hewan telantar hasil mungut. Tapi di sisi lain, kita juga mawas sama faktor tersebut, jadi pasti lebih perhatian juga sama kesehatannya. Yang paling sehat ya jelas hewan hasil beli, karena biar bagaimanapun juga nggak ada yang mau beli hewan yang sakit. Iya kan?
Lalu kalau adopsi atau hibah gimana? pengalaman saya sih untung-untungan ya. Shelter biasanya didukung oleh relawan dokter hewan, tapi dengan banyaknya jumlah buntut yang ngumpul di satu tempat, plus secara rutin kedatangan buntut baru yang kondisinya buruk, logika saya sih biar bagaimanapun juga kesehatannya nggak akan maksimal.
Hibah juga demikian. Kucing yang beberapa tahun lalu dihibahkan pada saya oleh teman, kondisi kesehatannya prima, tapi punya masalah mental nggak mau dipegang oleh manusia sama sekali karena dia selalu dikurung di kandang. Sementara Yoopee, kucing kami sekarang, walaupun cukup dirawat oleh pemilik sebelumnya, pada saat kami terima menderita kutu, jamur dan upset stomach yang membuatnya muntah-muntah terus. 3 minggu kami mengadopsi Yoopee, seminggu sekali kami bolak-balik ke dokter hewan.
Hewan Peliharaan Anakan vs Dewasa
Kalau ditanya mending mulai memelihara dari masih anak hewan atau sudah dewasa, kebanyakan pasti menjawabnya ingin memelihara dari masih anakan. Kami juga sama aja sih. Selain itu, kami cuma ingin punya 1 ekor kucing saja. Ternyata, kami menemukan kalau anak kucing hasil adopsi dan hibah cenderung stress. Penyebabnya kami kurang yakin, tapi kemungkinan besar karena anak kucing biasanya masih main-main bersama-sama anak kucing lain, selain itu di shelter juga dalam satu kandang biasanya diisi 3-5 ekor kucing, jadi pasti kesepian kalau mendadak sendirian.
Lain halnya dengan memungut hewan telantar atau membeli. Hewan telantar, umumnya sendirian. Jadi bahkan biar masih anakan pun, cenderung nggak bermasalah kalau harus sendirian terus setelah dipelihara. Hewan yang dijual juga umumnya dipisahkan sesegera mungkin setelah memungkinkan dari induknya. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan antara induk dan anak, jadi hewan yang dijual umumnya juga lebih mandiri.
Keterikatan Emosi Si Pemberi Hewan Peliharaan
Nah, menurut saya keterikatan emosi ini lebih ribet ngurusinnya daripada ngurusin si binatang itu sendiri. Shelter atau sebagian orang yang menghibahkan hewannya, biasanya sudah punya keterikatan emosi sama si buntut, dan menuntut kita untuk keep in touch, kirim-kirim foto dan ikutan senewen kalau peliharaan kita itu sakit.
Beda banget sama hewan hasil mungut, beli atau hibah dari orang yang benar-benar nggak berniat untuk menyimpan hewan tersebut (biasanya karena peliharaannya dihamilin peliharaan tetangga) yang setelah hewan berpindah tangan, putus pula komunikasi.
Kira-kira itu pengalaman saya. Saya dulu percaya banget sama slogan “adopt, don’t shop”. Tapi sebenarnya setelah ditimbang-timbang, semuanya ada positif dan negatifnya. Yang paling penting itu sebenarnya kesadaran untuk mensteril peliharaan kita, baik jantan maupun betina, karena masalah hewan telantar pastinya dimulai dari kehamilan yang tidak diinginkan lalu anak-anaknya dimasukkin kardus dan dibuang ke pasar.
Buat yang merasa terbebani dengan biaya steril, sebaiknya sedari awal pilih pelihara hewan jantan karena biaya sterilnya jauh lebih murah (kucing: Rp.200rb-300rb) daripada betina (kucing: Rp.300rb-400rb). Sejujurnya, saya sendiri lebih suka hewan jantan, karena biasanya badannya lebih besar dan gempal. Buat yang tinggal di Bandung bisa pantau IG pro-steril ini buat info steril hewan harga korting.
Kalau hewan manteman dapatnya darimana? Cerita yuk di komen.